Pasar Obligasi Didominasi Penguatan Harga
JAKARTA - Selama beberapa pekan terakhir, pasar obligasi masih didominasi penguatan harga meski sempat dibayangi sentimen negatif oleh rilis data inflasi Juli 2013. Sebelum liburan Hari Raya Idul Fitri, investor cenderung menahan diri masuk ke pasar obligasi domestik.
Fakhrul Aufa, Analsyt Bond Pricing Agency, mengatakan menjelang libur perdagangan terkait cuti bersama dan hari libur nasional, pasar obligasi sempat dibayangi oleh rilisnya data inflasi bulan Juli 2013. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai inflasi pada Juli 2013 tercatat sebesar 3,29% (per bulan). Capaian tersebut lebih tinggi dari perkiraan Bank Indonesia (BI) yang hanya sebesar 2,87%. Untuk inflasi tahun kalender (Januari-Juli 2013) mencapai 6,75% year-to-date dan inflasi tahunan sebesar 8,61% year-on-year (yoy). Tingkat inflasi Juli lalu merupakan level tertinggi sejak lima tahun terakhir.
Meskipun demikian, kata Fakhrul, dalam sepekan terakhir pasar obligasi masih didominasi oleh penguatan harga, ini terlihat dari pergerakan IBPA GBIX-Clean Price Index yang menguat 1,51% dari level 114,61 ke level 116,34. Selain itu, IBPA GBIX-Total Return Index juga mencatatkan kenaikan sebesar 1,64% per minggu dari level 172,27 ke level 175,09.
Selain itu, kenaikan yield tampak membayangi pergerakan kurva imbal hasil obligasi global (global bond) pemerintah Indonesia. Kenaikan yield tercepat terjadi pada tenor panjang (8-30 tahun) dengan kenaikan sebesar 29,1 basis poin (bps), disusul oleh tenor menengah (5-7 tahun) dan tenor pendek (1-4 tahun) dengan kenaikan masing-masing sebesar 22,8 bps dan 4,8 bps. Kenaikan ini diperkirakan sebagai imbas dari melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2013. BPS telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal II 2013 hanya 5,81% yoy atau lebih rendah dari pencapaian di kuartal I 2013 sebesar 6,03% yoy.
Di sisi lain, lanjut Fakhrul, volatilitas nilai tukar rupiah selama sepekan menyebabkan investor asing masih menahan diri untuk masuk ke pasar. Nilai tukar rupiah saat ini terus bergerak melemah dan ditutup pada level Rp 10.330 per dolar AS atau terdepresiasi sebesar 0,41% dari pekan sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan tipisnya aksi beli yang dilakukan oleh investor asing yang tercatat hanya sebesar Rp 340 triliun. Padahal volatilitas di pasar global sendiri saat ini sudah menurun yang tercermin dari pergerakan VIX Index dari level 12,7 ke level 11,9.
Dana Asing
Kepemilikan dana asing di surat berharga negara (SBN) masih stabil di tengah inflasi yang mencapai puncak. Dana asing diperkirakan masih bertahan seiring meredanya inflasi bulan depan.
Loto Srinaita Ginting, Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), mengatakan pengaruh pengumuman inflasi terhadap kepemilikan asing di SBN sangat terbatas. BPS mengumumkan angka inflasi Juli 2013 mencapai 3,29% (month on month) dan 8,61% (yoy). Sehingga inflasi tahun kalender sudah mencapai 6,75%.
Loto menduga dana asing bertahan karena investor sudah memperhitungkan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terhadap ekspektasi inflasi. "Sepertinya investor asing sudah melakukan priced-in naiknya inflasi Juli sebagaimana tercermin dari yield SUN," ujar Loto.
Kenaikan harga BBM yang memicu naiknya ekspektasi inflasi mengerek imbal hasil SUN seri acuan 10 tahun ke level 8%. Setelah pengumuman inflasi Juli, imbal hasil SUN 10 tahun turun ke 7,6%.
Adanya yield adjustment ini mengakibatkan investor asing masuk. Terbukti sepanjang Juli 2013, beli bersih asing mencapai Rp 2,81 triliun. Hingga data terakhir DJPU pada 12 Agustus 2013, asing menambah lagi kepemilikan SBN menjadi Rp 287,73 triliun dibanding akhir awal Agustus. Jika angka inflasi Juli sebesar 8,61% merupakan level puncak dan diperkirakan mereda pada bulan-bulan selanjutnya, maka investor asing masih akan terus membeli SBN.
Loto menambahkan, investor perlu memperhatikan pergerakan US Treasury yang sangat dipengaruhi sentimen makro ekonomi Amerika Serikat (AS) serta kebijakan Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) terkait stimulus moneter.
Selain itu, current account defisit (CAD) juga menjadi kekhawatiran para investor asing. CAD yang semakin melebar akan memengaruhi sentimen terhadap rupiah. "Walaupun beberapa hari terakhir ini nilai rupiah melemah, masih terlihat adanya net inflow dari investor asing. Hal ini mengindikasikan bahwa investor asing masih memprediksikan sentimen positif atas perekonomian Indonesia," ungkap Loto.
Jemmy Paul, Analis PT Sucorinvest Asset Management, mengungkapkan arus aliran dana asing berpotensi masuk kembali lagi pasca-pengumuman inflasi. Dia menduga asing akan menambah kepemilikannya di SBN memasuki September. Hal ini merupakan tren tahunan. Asing mulai agresif masuk pada kuartal III.
Bertambahnya kepemilikan asing juga sejalan dengan mulai stabilnya imbal hasil SUN 10 tahun yang diperkirakan mencapai level 7,5% pada September. "Dana asing tidak akan ke mana-mana. Kalaupun ada dana asing keluar, jumlahnya tidak akan banyak. Sebab yield sudah menarik," kata Jemmy.(*)
JAKARTA - Selama beberapa pekan terakhir, pasar obligasi masih didominasi penguatan harga meski sempat dibayangi sentimen negatif oleh rilis data inflasi Juli 2013. Sebelum liburan Hari Raya Idul Fitri, investor cenderung menahan diri masuk ke pasar obligasi domestik.
Fakhrul Aufa, Analsyt Bond Pricing Agency, mengatakan menjelang libur perdagangan terkait cuti bersama dan hari libur nasional, pasar obligasi sempat dibayangi oleh rilisnya data inflasi bulan Juli 2013. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai inflasi pada Juli 2013 tercatat sebesar 3,29% (per bulan). Capaian tersebut lebih tinggi dari perkiraan Bank Indonesia (BI) yang hanya sebesar 2,87%. Untuk inflasi tahun kalender (Januari-Juli 2013) mencapai 6,75% year-to-date dan inflasi tahunan sebesar 8,61% year-on-year (yoy). Tingkat inflasi Juli lalu merupakan level tertinggi sejak lima tahun terakhir.
Meskipun demikian, kata Fakhrul, dalam sepekan terakhir pasar obligasi masih didominasi oleh penguatan harga, ini terlihat dari pergerakan IBPA GBIX-Clean Price Index yang menguat 1,51% dari level 114,61 ke level 116,34. Selain itu, IBPA GBIX-Total Return Index juga mencatatkan kenaikan sebesar 1,64% per minggu dari level 172,27 ke level 175,09.
Selain itu, kenaikan yield tampak membayangi pergerakan kurva imbal hasil obligasi global (global bond) pemerintah Indonesia. Kenaikan yield tercepat terjadi pada tenor panjang (8-30 tahun) dengan kenaikan sebesar 29,1 basis poin (bps), disusul oleh tenor menengah (5-7 tahun) dan tenor pendek (1-4 tahun) dengan kenaikan masing-masing sebesar 22,8 bps dan 4,8 bps. Kenaikan ini diperkirakan sebagai imbas dari melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2013. BPS telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal II 2013 hanya 5,81% yoy atau lebih rendah dari pencapaian di kuartal I 2013 sebesar 6,03% yoy.
Di sisi lain, lanjut Fakhrul, volatilitas nilai tukar rupiah selama sepekan menyebabkan investor asing masih menahan diri untuk masuk ke pasar. Nilai tukar rupiah saat ini terus bergerak melemah dan ditutup pada level Rp 10.330 per dolar AS atau terdepresiasi sebesar 0,41% dari pekan sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan tipisnya aksi beli yang dilakukan oleh investor asing yang tercatat hanya sebesar Rp 340 triliun. Padahal volatilitas di pasar global sendiri saat ini sudah menurun yang tercermin dari pergerakan VIX Index dari level 12,7 ke level 11,9.
Dana Asing
Kepemilikan dana asing di surat berharga negara (SBN) masih stabil di tengah inflasi yang mencapai puncak. Dana asing diperkirakan masih bertahan seiring meredanya inflasi bulan depan.
Loto Srinaita Ginting, Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), mengatakan pengaruh pengumuman inflasi terhadap kepemilikan asing di SBN sangat terbatas. BPS mengumumkan angka inflasi Juli 2013 mencapai 3,29% (month on month) dan 8,61% (yoy). Sehingga inflasi tahun kalender sudah mencapai 6,75%.
Loto menduga dana asing bertahan karena investor sudah memperhitungkan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terhadap ekspektasi inflasi. "Sepertinya investor asing sudah melakukan priced-in naiknya inflasi Juli sebagaimana tercermin dari yield SUN," ujar Loto.
Kenaikan harga BBM yang memicu naiknya ekspektasi inflasi mengerek imbal hasil SUN seri acuan 10 tahun ke level 8%. Setelah pengumuman inflasi Juli, imbal hasil SUN 10 tahun turun ke 7,6%.
Adanya yield adjustment ini mengakibatkan investor asing masuk. Terbukti sepanjang Juli 2013, beli bersih asing mencapai Rp 2,81 triliun. Hingga data terakhir DJPU pada 12 Agustus 2013, asing menambah lagi kepemilikan SBN menjadi Rp 287,73 triliun dibanding akhir awal Agustus. Jika angka inflasi Juli sebesar 8,61% merupakan level puncak dan diperkirakan mereda pada bulan-bulan selanjutnya, maka investor asing masih akan terus membeli SBN.
Loto menambahkan, investor perlu memperhatikan pergerakan US Treasury yang sangat dipengaruhi sentimen makro ekonomi Amerika Serikat (AS) serta kebijakan Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) terkait stimulus moneter.
Selain itu, current account defisit (CAD) juga menjadi kekhawatiran para investor asing. CAD yang semakin melebar akan memengaruhi sentimen terhadap rupiah. "Walaupun beberapa hari terakhir ini nilai rupiah melemah, masih terlihat adanya net inflow dari investor asing. Hal ini mengindikasikan bahwa investor asing masih memprediksikan sentimen positif atas perekonomian Indonesia," ungkap Loto.
Jemmy Paul, Analis PT Sucorinvest Asset Management, mengungkapkan arus aliran dana asing berpotensi masuk kembali lagi pasca-pengumuman inflasi. Dia menduga asing akan menambah kepemilikannya di SBN memasuki September. Hal ini merupakan tren tahunan. Asing mulai agresif masuk pada kuartal III.
Bertambahnya kepemilikan asing juga sejalan dengan mulai stabilnya imbal hasil SUN 10 tahun yang diperkirakan mencapai level 7,5% pada September. "Dana asing tidak akan ke mana-mana. Kalaupun ada dana asing keluar, jumlahnya tidak akan banyak. Sebab yield sudah menarik," kata Jemmy.(*)
No comments:
Post a Comment