Transaksi
perdagangan luar negeri yang lebih dikenal dengan istilah ekspor-impor pada
hakikatnya adalah suatu transaksi jual beli barang yang melibatkan pihak-pihak
yang berlokasi di negara yang berbeda. Lokasi yang berjauhan antara pembeli
(importir) dan penjual (eksportir) yang pada umumnya keduanya belum saling
mengenal dapat menimbulkan resiko tersendiri dimana pertukaran uang dengan
barang tidak dapat dilakukan pada saat yang sama sebagaimana apabila jual beli
dilakukan dimana pembeli dan penjual dapat berhadapan langsung. Permasalahannya
adalah apakah importir percaya untuk mengirimkan uang terlebih dahulu kepada
eksportir sebelum barang diterima dan sebaliknya apakah eksportir bersedia
mengirimkan barang sebelum pembayaran diterima.
Dalam
praktek perdagangan luar negeri, terdapat berbagai macam cara pembayaran,
antara lain:
– Advance Payment (Pembayaran dimuka)
Dalam
sistem pembayaran ini pembeli/importir membayar dimuka (pay in advance) kepada
penjual/eksportir sebelum barang-barang dikirim oleh eksportir.
– Open Account (Pembayaran Kemudian)
Merupakan
kebalikan dari Advance Payment, yaitu dimana pembayaran dilakukan pada suatu
waktu setelah barang diterima oleh importir.
– Collection (Penagihan)
Dalam
sistem pembayaran ini eksportir akan mengirim dokumen ekspor, termasuk wesel
melalui Bank untuk ditagihkan kepada importir.
– Consignment (Konsinyasi/Penitipan)
Pengiriman
barang oleh eksportir kepada importir sebagai titipan untuk dijualkan oleh
importir kepada pihak lainnya dan pembayarannya oleh pihak lainnya ini
dilakukan langsung kepada eksportir. Apabila barang tidak terjual maka akan
dikembalikan kepada eksportir.
– Letter of Credit (“L/C”)
Bisnis
Internasional, atau lebih spesifik lagi perdagangan internasional
(Ekspor-Impor) merupakan area bisnis yang penuh resiko dan sangat kompleks,
dikatakan demikian karena secara logika biasanya lokasi importir dan eksportir
terpisah baik secara geografi maupun geopolitik, bahkan terkadang keduanya
tidak saling mengenal secara pribadi. Sehingga tentu akan sangat beresiko bagi
kedua belah pihak. Di satu sisi eksportir ragu jika akan mengirimkan barangnya
ke luar negeri karena belum tentu nanti barangnya akan dibayar di kemudian hari
oleh importir, kemudian di pihak importir dia ragu jika ingin melakukan
pembayaran di awal, takutnya setelah uang terkirim namun barang tidak sampai di
tangannya, belum lagi resiko jika barang yang ia terima tidak sesuai dengan
keinginannya. Hal-hal diatas merupakan resiko yang harus ditanggung oleh mereka
berdua (eksportir dan importir).
Letter
of Credit atau dalam bahasa sederhananya kami sebut ‘surat piutang’ ini
kemudian hadir untuk menjawab resiko-resiko diatas. Cara kerjanya adalah pihak
eksportir meminta pihak importir untuk membuatkan Letter of Credit atas namanya
di suatu bank devisa di negara importir (Opening Bank). Kemudian pihak bank
tersebut akan menghubungi bank kedua yang berada di wilayah Negara eksportir
(Advising) dan membuatkan Letter of Credit bagi eksportir tersebut. Setelah
Letter of Credit ada di tangan eksportir maka ia harus mengirimkan barang yang
diminta oleh importir, dengan begitu ia dapat segera menguangkan Letter of
Credit ini di bank manapun. Sedangkan importir hanya perlu melakukan pembayaran
di bank pertama jika barangnya telah ia terima. Jadi dalam hal ini yang
dijadikan jaminan pembayaran dan pengapalan barang adalah nama baik dan
reputasi kedua bank tersebut. Jadi walaupun importir dan eksportir tidak saling
kenal atau bertatap muka, resiko barang tidak dibayar atau tidak diterima
menjadi minim karena tagihannya pasti akan dilunasi oleh bank sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam Letter of Credit tersebut.
Dari
penjelasan dan pengertian yang telah disebutkan diatas, jelas bahwa keberadaan
Letter of Credit ini sangat penting, terutama untuk mempermudah transaksi
bisnis internasional. Adapun peranannya dalam perdagangan internasional adalah
a) mempermudah cara pembayaran transaksi ekspor-impor, b) mengamankan dana yang
disediakan importer untuk pembayaran barang impor, 3) menjamin kelengkapan
dokumen pengapalan.
|
Sekema L/C |
L/C merupakan janji membayar dari
Issuing Bank kepada Beneficiary/Eksportir/penjual yang mana pembayarannya hanya
dapat dilakukan oleh Issuing Bank jika Beneficiary menyerahkan kepada Issuing
Bank dokumen-dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C.
Dalam perdagangan internasional, cara
pembayaran yang dipilih sangat bergantung pada bargaining power dari penjual
dan pembeli dikaitkan dengan resiko yang mungkin terjadi pada mereka. Dari
kelima mekanisme pembayaran tersebut di atas, mekanisme pembayaran dengan
mempergunakan L/C lebih memberikan keamanan baik bagi importir maupun
eksportir.
L/C sebagai alat pembayaran sangat
disukai secara internasional karena unsur janji pembayaran dari Issuing Bank,
sehingga penjual/eksportir merasa aman mengirimkan barangnya, dilain sisi
pembeli merasa aman dalam melaksanakan pembayaran karena pembayaran hanya akan
dilakukan oleh Issuing Bank apabila dokumen yang mewakili barang yang dibeli
sesuai dengan persyaratan L/C.
Dari kelima cara pembayaran tersebut
di atas, yang dilakukan melalui bank adalah cara pembayaran Collection dan
penerbitan L/C.
B.
DASAR HUKUM
Bank Indonesia dalam Surat Edaran No.
26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 tentang Uniform Customs And Practice For
Documentary Credits 1993 Revision-International Chamber of Commerce Publication
No. 500 (“UCP”) mengatur bahwa jika dalam penerbitan L/C disepakati untuk
menerapkan UCP maka dalam L/C – nya harus secara tegas mencantumkan penundukan
pada UCP. Dengan demikian, walaupun tidak mewajibkan suatu L/C harus tunduk
pada UCP, namun Bank Indonesia mendukung agar UCP dipergunakan dalam praktek
penerbitan L/C oleh bank-bank umum.
Sedangkan UCP sendiri bukan merupakan
suatu produk hukum dari legislatif ataupun yudikatif dan pada dasarnya
merupakan kompilasi dari kebiasaan dan praktek
perdagangan internasional dengan menggunakan L/C. UCP bertujuan
menciptakan keseragaman praktek L/C secara internasional. UCP merupakan pedoman
dalam pelaksanaan L/C sehingga sejauh mungkin dapat dihindari perbedaan atau
kesalahan penafsiran diantara para pihak
yang bertransaksi.
UCP pertama kali diterbitkan oleh
International Chamber of Commerce (“ICC”) pada tahun 1933 dan telah beberapa
kali mengalami perubahan dan yang terakhir diubah pada tahun 1993; Uniform
Customs and Practice for Documentary Credits 1993 Revision – International
Chamber of Commerce atau yang lebih dikenal dengan “UCP 500”. Pemberlakuan
ketentuan UCP atas suatu transaksi L/C harus secara tegas dinyatakan dalam L/C
itu sendiri.
C. PIHAK-PIHAK DALAM TRANSAKSI L/C
Pada umumnya pihak-pihak yang
terlibat dalam transaksi L/C adalah:
–
Pemohon (Applicant)
Adalah pihak yang memohon untuk
diterbitkan L/C yang dalam hal ini umumnya adalah pembeli/importir.
–
Bank Penerbit (Issuing Bank)
Adalah bank yang atas permintaan
Applicant menerbitkan L/C.
–
Penerima (Beneficiary)
Adalah pihak kepada siapa L/C
diterbitkan/diperuntukkan yang dalam hal ini adalah eksportir.
–
Bank Penerus (Advising Bank)
Bank yang melakukan otentikasi atas
L/C yang diterima dan menginformasikan Beneficiary mengenai penerimaan L/C
tersebut.
–
Bank yang ditunjuk (Nominated Bank)
L/C seperti melakukan negosiasi
(selanjutnya disebut Negotiating Bank), melakukan konfirmasi (selanjutnya
disebut Confirming Bank) dan lain-lain.
–
Bank Penegosiasi (Negotiating Bank)
Bank yang melakukan
negosiasi/pengambil-alihan atas dokumen ekspor dan karenanya membayar terlebih
dahulu kepada Beneficiary dan untuk selanjutnya menagih pembayaran kepada
Issuing Bank.
–
Bank Pengkonfirmasi (Confirming Bank)
Bank yang memberikan konfirmasi atau
jaminan kepada Beneficiary apabila Issuing Bank tidak melakukan pembayaran
sebagaimana yang diperjanjikan dalam L/C.
D.
MEKANISME PEMBAYARAN DENGAN L/C
Applicant mengajukan permohonan
kepada Issuing Bank untuk menerbitkan L/C dalam rangka transaksi pembelian
barang dari penjual/eksportir.
Issuing Bank menerbitkan L/C yang
ditujukan kepada Beneficiary melalui Advising Bank di negara dimana Beneficiary
berlokasi.
Advising Bank akan melakukan
otentikasi atas kebenaran penerbit L/C dan selanjutnya memberitahukan Beneficiary mengenai telah
diterimanya L/C untuk kepentingan Beneficiary.
Beneficiary akan mempersiapkan barang
dan dokumen(-dokumen) yang diperlukan sesuai dengan L/C yang diterima serta
menyerahkan dokumen tersebut kepada Nominated Bank.
Nominated Bank akan menerima dokumen
dari Beneficiary dan meneruskannya kepada Issuing Bank.
Issuing Bank akan memeriksa dokumen
yang diterima apakah telah memenuhi seluruh persyaratan dari L/C. Apabila telah
memenuhi seluruh persyaratan L/C, maka Issuing Bank melakukan pembayaran kepada
Beneficiary.
Issuing Bank menagih pembayaran
kepada Applicant dan setelah pembayaran diterima menyerahkan dokumen kepada
Applicant
Applicant dengan menggunakan dokumen
yang diterima dari Issuing Bank mengeluarkan barang dari pelabuhan.
E.
HUBUNGAN HUKUM
–
Hubungan Hukum Applicant dan Issuing Bank
Dalam rangka merealisasikan cara
pembayaran sebagaimana diatur dalam sales contract, pembeli akan mengajukan
permohonan kepada Issuing Bank agar Issuing Bank menerbitkan L/C untuk
kepentingan penjual. Dengan demikian hubungan hukum antara Applicant dan Issuing
Bank didasarkan pada kontrak yang dinamakan permintaan penerbitan L/C. Jika
Issuing Bank setuju untuk melaksanakan permohonan Applicant, Issuing Bank akan
menerbitkan L/C tersebut. Isi dari L/C tidak boleh menyimpang dari kondisi
sebagaimana disyaratkan dalam permohonan penerbitan L/C.
Permohonan penerbitan L/C juga
terpisah dari sales contract barang. Permohonan penerbitan L/C ini hanya
mengikat Applicant dan Issuing Bank yang pada intinya berisi bahwa Issuing Bank
berjanji untuk menerbitkan L/C karena Applicant berjanji akan membayar kembali
sejumlah L/C kepada Issuing Bank.
Permohonan penerbitan L/C diatur oleh
hukum nasional masing-masing negara yang dalam hal tertentu dapat berbeda dari
satu negara terhadap negara lainnya.
–
Hubungan Hukum Issuing Bank dan Beneficiary
Hubungan hukum antara Issuing Bank
dan Beneficiary lahir atas dasar L/C yang diterbitkan oleh Issuing Bank yang
disetujui Beneficiary. Sebelum L/C disetujui oleh Beneficiary, maka L/C
merupakan kontrak sepihak dari Issuing Bank yang tidak mengikat Beneficiary.
Persetujuan Beneficiary terhadap L/C diwujudkan melalui pengajuan
dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam L/C kepada Issuing Bank.
Sepanjang tidak diatur secara khusus
dalam L/C itu sendiri, maka hak dan kewajiban Issuing Bank dan Beneficiary
diatur dalam UCP, dalam hal ini apabila L/C menundukkan diri pada UCP. Untuk
hal-hal yang tidak diatur dalam L/C maupun UCP akan tunduk pada hukum nasional
sebagaimana ditentukan dalam L/C atau apabila tidak ditentukan hukum nasional yang
berlaku maka apabila terjadi sengketa akan tunduk pada hukum nasional yang
ditentukan oleh hakim berdasarkan teori penentuan hukum yang berlaku.
–
Hubungan Hukum Issuing Bank dan Advising Bank
Hubungan hukum antara Issuing Bank
dan Advising Bank didasarkan pada instruksi Issuing Bank kepada Advising Bank
yang disetujui Advising Bank. Hubungan hukum ini pada intinya merupakan
hubungan keagenan dimana Advising Bank bertindak sebagai agen dari Issuing Bank
untuk meneruskan L/C yang diterbitkan oleh Issuing Bank kepada Beneficiary.
Mengingat Advising Bank tidak
memiliki kewajiban untuk selalu meneruskan L/C yang diterimanya, maka Advising
Bank wajib segera memberitahukan Issuing Bank apabila ia tidak berkenan atau
tidak setuju untuk meneruskan L/C kepada Beneficiary. Hal demikian sebagaimana
dinyatakan dalam pasal 7 a UCP yang berbunyi:
“A Credit may be advised to a
Beneficiary through another bank (the “Advising Bank”) without engagement on
the part of the Advising Bank, but that bank, if it elects to advise the
Credit, shall take reasonable care to check the apparent authenticity of the
Credit which it advises. If the bank elects not to advises, it must so inform
the Issuing Bank without delay.”
Hak dan kewajiban Issuing Bank dan
Advising Bank sepanjang tidak diatur secara khusus dalam L/C maka akan tunduk
pada ketentuan UCP. Sebagai Advising Bank saja bank ini tidak berkewajiban
untuk melakukan pembayaran, negosiasi atau akseptasi terhadap wesel
Beneficiary, kecuali Issuing Bank secara khusus meminta Advising Bank untuk
melakukan itu.
Jika Advising Bank dalam L/C
dimintakan juga untuk menambahkan konfirmasinya, maka Advising Bank tersebut
juga melaksanakan fungsi sebagai Confirming Bank yang mempunyai kewajiban yang
sama dengan Issuing Bank yaitu melakukan pembayaran, negosiasi atau akseptasi.
Konsekuensinya, Confirming Bank wajib melakukan pemeriksaan atas
dokumen-dokumen yang diajukan oleh Beneficiary.
–
Hubungan Hukum Advising Bank dan Beneficiary
Hubungan hukum antara Advising Bank
dan Beneficiary tergantung pada fungsi yang dilakukan oleh Advising Bank sesuai
dengan yang dipersyaratkan dalam L/C. Advising Bank dapat berfungsi sebagai
Advising Bank semata, bank pengkonfirmasi, bank penegosiasi, bank pembayar atau
bank pengaksep.
Dalam hal Advising Bank murni
menjalankan fungsinya sebagai Advising Bank, maka kewajibannya terhadap
Beneficiary hanyalah terbatas pada penerusan L/C termasuk perubahannya. Oleh
karena itu Beneficiary tidak dapat menuntut pembayaran L/C dari Advising Bank.
Tetapi dalam hal Advising Bank bertindak sebagai Confirming Bank maka ia
memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran atas L/C. Jika Advising Bank
ditunjuk sebagai bank penegosiasi maka Advising Bank dapat melakukan pembelian
terhadap dokumen yang diserahkan kepada Issuing Bank oleh Beneficiary.
F.
KARAKTERISTIK
–
L/C sebagai Kontrak
L/C merupakan janji membayar dari
Issuing Bank kepada Beneficiary yang mana pembayarannya hanya dapat dilakukan
oleh Issuing Bank jika Beneficiary menyerahkan kepada Issuing Bank
dokumen-dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C.
Dengan demikian L/C merupakan kontrak
antara Issuing Bank dengan Beneficiary dan oleh karenanya mengikat Issuing Bank
sejak diberitahukannya kepada Beneficiary. Sebaliknya L/C tidak mengikat
Beneficiary sampai ia menyerahkan dokumen kepada Issuing Bank atau bank yang
ditunjuk untuk menerima dokumen.
–
L/C sebagai kontrak yang berdiri sendiri
L/C secara hukum merupakan kontrak
yang berdiri sendiri, terlepas dari kontrak/perjanjian yang mendasarinya yaitu
kontrak/perjanjian jual beli. Hal demikian sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3
UCP:
“Credits, by their nature, are
separate transactions from the sales or other contract(s) on which they may be
based and banks are in no way concerned with or bound by such contract(s), …”
Perjanjian jual beli yang dibuat oleh
importir/pembeli dan penjual/eksportir merupakan dasar dari importir/pembeli
untuk mengajukan permohonan penerbitan L/C pada Issuing Bank. Namun demikian
UCP mengatakan bahwa kontrak tersebut harus terpisah dari transaksi L/C-nya.
Kewajiban pembayaran L/C oleh Issuing Bank semata-mata dikaitkan dengan
pemenuhan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam L/C dan Issuing Bank dalam
hal ini hanya berhubungan dengan dokumen, tidak dengan barang sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 4 UCP:
“In Credit operations all parties
concerned deal with documents, and not with goods, services and/or other
performances to which the documents may relate”
Dari pasal 3 dan 4 UCP tersebut di
atas, dapat dikemukakan bahwa pembayaran L/C hanya ditentukan oleh pemenuhan
dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam L/C, tidak oleh barang, jasa atau
pelaksanaannya. Hambatan pelaksanaan kontrak jual beli tidak boleh menghalangi
pelaksanaan L/C. Sepanjang semua dokumen yang disyaratkan dipenuhi, L/C wajib
dibayar terlepas dari kenyataan bahwa barang impor tidak sesuai dengan
perjanjian jual beli.
Realisasi dari pasal 3 UCP
mencerminkan prinsip independensi dari L/C dan realisasi dari pasal 4 UCP
mencerminkan prinsip bahwa bank hanya
berurusan dengan dokumen. Kedua prinsip ini membuat L/C mempunyai harga
istimewa dalam transaksi ekspor impor.
G.
DOKUMEN-DOKUMEN DALAM TRANSAKSI L/C
Syarat pembayaran L/C adalah
diterimanya dokumen-dokumen yang sesuai dengan yang disyaratkan dalam L/C.
Dalam pelaksanaannya, para pihak yang terkait, termasuk bank-bank yang terlibat
didalamnya (Issuing Bank, Negotiating Bank, Confirming Bank), hanya berurusan
dengan dokumen-dokumen saja, sebagaimana diatur dalam pasal 4 UCP:
“In Credit operations all parties
concerned deal with documents, and not with goods, services and/or other
performances to which the documents may relate.”
Oleh karena itu bank harus melakukan
penelitian atas dokumen-dokumen sebagai dasar untuk menentukan apakah suatu L/C
dapat dibayar atau tidak. Dalam melakukan pemerikasaan dokumen berpedoman pada
UCP. Pasal 13 a UCP menyatakan:
“Banks must examine all documents
stipulated in the Credit with reasonable care, to ascertain whether or not they
appear on their face to be in compliance with the terms and conditions of the
Credit. Compliance of the stipulated documents on their face with terms and
conditions of the Credit, shall be determined by international standard banking
practice as reflected in these Articles. Documents which appear on their face
to be inconsistent with one another will be considered as not appearing on
their face to be incompliance with the terms and conditions of the Credit.
Documents not stipulated in the Credit will not be examined by banks. If they
receive such documents, they shall return them to the presenter or pass them on
without responsibility.”
Bank hanya memiliki waktu 7 hari
perbankan untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan menentukan sikap mengambil
alih atau menolak dokumen serta memberitahu pihak pengirim mengenai
pengambil-alihan atau penolakan dokumen. Hal demikian sebagaimana diatur dalam
pasal 13 b UCP;
”The Issuing Bank, the Confirming
Bank, if any, or a Nominated Bank acting on their behalf, shall each have a
reasonable time, not to exceed seven banking days following the day of receipt
of the documents, to examine the documents and determine whether to take up or
refuse the documents and to inform the party from which it received the
documents accordingly.”
Selanjutnya, bank tidak
bertanggungjawab atas bentuk, kecukupan, akurasi, keaslian ataupun legalitas
dari setiap dokumen yang diajukan kepadanya. Hal ini sebagaimana dinyatakan
dalam pasal 15 UCP sbb:
“Banks assume no liability or
responsibility for the form, sufficiency, accuracy, genuineness, falsification
or legal effect of any document(s), or for the general and/or particular
conditions stipulated in the document(s) or superimposed thereon; nor do they
assume any liability or responsibility for the description, quantity, weight,
quality, condition, packing, delivery, value or existence of the goods
represented by any document(s), or for the good faith or acts and/or omissions,
solvency, performance or standing of the consignors, the carriers, the
forwarders, the consignees, or the insurers of the goods, or any other person
whom so ever.”
Pada sisi lain, pasal 13 UCP
menyatakan bahwa bank wajib untuk memeriksa dokumen untuk memastikan bahwa
dokumen-dokumen tersebut sesuai dengan persyaratan L/C.
Dokumen-dokumen yang disyaratkan
dalam L/C bervariasi tergantung pada keinginan para pihak. Namun pada umumnya
terdapat tiga jenis dokumen yang disyaratkan dalam L/C, yaitu faktur dagang
(commercial invoice), Dokumen transportasi dan dokumen asuransi (insurance
document).
–
Faktur Dagang
Faktur dagang merupakan dokumen utama
yang menerangkan uraian barang secara rinci. Pasal 37 a UCP menyatakan:
“Unless otherwise stipulated in the
credit, commercial invoice:
Must appear on their face to be
issued by the Beneficiary named in the credit (except as provided in article
48), and
Must be made out in the name of
Applicant (except as provided in sub-article 48), and
III.
Not to be signed.”
Jadi, apabila L/C tidak mensyaratkan
lain, faktur dagang harus diterbitkan oleh Beneficiary dan ditujukan kepada
Applicant serta tidak perlu ditandatangani.
Faktur dagang harus memuat uraian
barang secara lengkap dan benar sesuai dengan uraian barang dalam L/C.
Sedangkan dalam dokumen lainnya barang dapat diuraikan dengan menggunakan
terminologi yang umum. Hal demikian sebagaimana diuraikan dalam pasal 37 c UCP,
yang berbunyi:
“The description of the goods in the
commercial invoice must be correspond with the description in the Credit. In
all other documents, the goods may be described in general terms not
inconsistent with the description of the goods in the Credit.”
Selanjutnya mengenai nilai atau
jumlah dari faktur dagang haruslah tidak melebihi nilai L/C-nya. Apabila nilai
invoice melebihi nilai L/C-nya maka bank dapat menolak invoice tersebut. Namun
demikian apabila bank telah dikuasakan untuk membayar sejumlah nilai L/C, maka
ia tidak wajib membayar selebihnya dari nilai invoice.
Mengenai jumlah barang, apabila L/C
tidak menentukan lain maka toleransi yang diperbolehkan adalah lebih kurang 5%. Namun perbedaan jumlah ini
tidak dapat dijadikan dasar dalam memperhitungkan nilai invoice.
–
Dokumen Transportasi
Dokumentasi pengangkutan yang sering
dijumpai dalam perdagangan antar negara adalah bill of lading. Bill of lading
adalah dokumen pengangkutan yang ditandatangani oleh pengangkut atau agennya
yang menyatakan bahwa barang telah dikapalkan dengan kapal tertentu dengan
suatu tujuan yang khusus serta mencantumkan syarat-syarat pengangkutan.
Bill of lading memiliki 3 fungsi:
Tanda terima barang oleh pemilik
kapal;
Kontrak pengangkutan barang antara
pengirim dan pengangkut;
Dokumen kepemilikan (title of
document).
Jenis dokumen transportasi lainnya
dikaitkan dengan sifat dan/atau jenis pengangkutannya seperti ocean bill of
lading, non-negotiable sea waybill, charter party bill of lading, multimodal
transport document, air transport document, road, rail or inland waterway
transport document, courier and post receipt dll.
–
Dokumen Asuransi
Dalam UCP pasal 34, dokumen asuransi.
*dari berbagai sumber